Februari 2007
Setiap pagi, Dian meneleponku hanya untuk memberi kabar tentang penyakitnya dan kirim salam untuk temen2 XII IA 4. Memberikan semangat untuk terus berjuang menghadapi ujian nasional yang semakin dekat. Dian menyerah untuk melanjutkan sekolahnya tahun depan. Dan aku terus mendukungnya untuk terus bersemangat atas penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya.
Selama Dian sakit, aku hanya sekali bertemu dengannya. Seminggu menjelang ujian aku baru sempat ke rumahnya. Itu kesalahan yang tak termaafkan yang dilakukan oleh seorang sahabat. Atau mungkin aku sama sekali tidak pantas menyebut diriku sebagai sahabatnya. Alasan aku cedera dan tidak bisa jalan, hah alasan apa itu. tapi toh Dian masih selalu saja meneleponku. Menyemangatiku atas cedera yang aku alami. Menyemangati atas ujian nasional yang semakin dekat.
29 April 2007
Sebuah boneka mashimaro putih dibungkus kardus dan kertas kado garis. Tiba2 sebuah persembahan mungil dari dian, ya tuhan. Dia masih sempat memberiku kado ketika tubuhnya bahkan hanya bisa terbaring lemah dirumahnya. Kurang baik apa dia terhadapku. Masih mengingatku dalam kesakitannya.
9 Mei 2007
Aku baru saja sampai dirumah. Dan kabar itu menjadi shocking paling dahsyat yang pernah ada. Tuhan memanggilnya. Mungkin sudah saatnya. Dian telah dipilih untuk menemani tuhan saat itu.
Dan tahukah dimana aku saat itu? Handphone-ku mati sehingga jarkom dari teman2 sekelas tidak ada yang aku baca. Dan aku baru mengetahuinya menjelang sore. Dan aku tidak bisa memutuskan untuk datang ke rumahnya saat itu juga.
Sahabat seperti apa aku ini? Huft. Aku masih ingin menyalahkan diri untuk hal itu. Maafkan aku Dian. Maafkan atas kesalahanku. Atas kebodohanku.
20 Agustus 2009, hari ini
Selamat ulang tahun Dian. Semoga kau selalu bahagia disisi tuhan. Doa dan harapan selalu terucap untukmu, sahabatku.
No comments:
Post a Comment
any comment?